KARYA ILMIAH- NAILU ALVAN

Bahaya Menonton Konten Pornografi bagi Remaja dan Dampaknya terhadap Perkembangan Mental
Di era digital saat ini, akses terhadap berbagai jenis informasi menjadi sangat mudah, termasuk konten pornografi. Remaja, sebagai kelompok usia yang sedang dalam masa pencarian jati diri dan perkembangan psikologis yang pesat, menjadi salah satu kelompok paling rentan terhadap paparan konten pornografi. Dengan hanya bermodalkan ponsel dan jaringan internet, banyak remaja dapat mengakses video, gambar, dan tulisan pornografi kapan saja dan di mana saja.
Padahal, menonton pornografi bukan hanya soal moral atau norma sosial, tapi juga berdampak serius terhadap kesehatan mental, perilaku sosial, dan perkembangan otak. Karya ilmiah populer ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang ilmiah namun mudah dimengerti tentang bahaya menonton pornografi bagi remaja, serta langkah-langkah pencegahannya.
Pornografi memicu pelepasan dopamin secara berlebihan di otak—zat kimia yang berkaitan dengan rasa senang dan kepuasan. Ketika dikonsumsi berulang kali, otak menjadi terbiasa terhadap rangsangan tinggi ini, hingga muncul efek candu seperti pada kecanduan narkoba.
Penelitian dari Cambridge University menyatakan bahwa otak pengguna pornografi yang berlebihan menunjukkan pola aktivitas yang mirip dengan pecandu zat adiktif. Ini mengganggu kemampuan remaja dalam mengambil keputusan, mengatur emosi, dan berpikir jernih.
Remaja yang mengonsumsi pornografi secara rutin cenderung mengalami penurunan motivasi belajar, gangguan konsentrasi, dan kecenderungan menyendiri. Pikiran mereka sering dipenuhi oleh fantasi seksual yang mengalihkan fokus dari kegiatan produktif seperti belajar atau berorganisasi.
Pornografi menyajikan gambaran hubungan seksual yang tidak realistis, penuh kekerasan, dan tanpa tanggung jawab emosional. Remaja yang belum memiliki pemahaman sehat tentang seks dapat menganggap bahwa perilaku dalam film porno adalah hal yang normal dan pantas ditiru. Akibatnya, mereka berisiko mengalami krisis identitas seksual, atau melakukan perilaku seksual menyimpang
Konten pornografi seringkali menggambarkan wanita atau pria hanya sebagai objek seksual. Ini dapat mengubah cara remaja memandang lawan jenis—bukan sebagai individu yang harus dihormati dan dihargai, tetapi sebagai alat pemuas nafsu. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menurunkan empati, bahkan meningkatkan potensi kekerasan dalam hubungan.
Konsumsi pornografi berlebihan dikaitkan dengan meningkatnya risiko depresi, kecemasan, rasa bersalah, hingga isolasi sosial. Remaja bisa merasa malu, rendah diri, atau terjebak dalam konflik batin antara dorongan seksual dan nilai moral yang dianutnya. Dalam banyak kasus, ini bahkan bisa memicu keinginan untuk menyakiti diri sendiri.
Mengapa Remaja Rentan Terpapar Pornografi?
• Rasa ingin tahu yang tinggi di masa pubertas
• Minimnya pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget
• Kurangnya pendidikan seksual yang sehat di sekolah
• Pengaruh teman sebaya dan media sosial
• Akses mudah dan anonim ke konten dewasa di internet
Solusi
Remaja perlu mendapatkan pendidikan tentang seksualitas yang ilmiah, sehat, dan sesuai usia. Hal ini akan membantu mereka memahami tubuhnya, menghargai lawan jenis, dan membentuk sikap bertanggung jawab.
Orang tua perlu membangun komunikasi yang terbuka dengan anak tentang bahaya pornografi dan nilai-nilai yang sehat dalam hubungan. Guru juga dapat berperan melalui mata pelajaran bimbingan konseling atau kegiatan edukatif lainnya.
Penggunaan perangkat lunak pemblokir konten dewasa, batasan waktu penggunaan gawai, dan pendampingan saat berselancar di internet adalah langkah konkret yang bisa dilakukan orang tua.
Remaja yang aktif dalam kegiatan positif seperti olahraga, seni, atau organisasi sekolah cenderung lebih kuat secara mental dan tidak mudah tergoda pada konten negatif.
Menonton pornografi bukanlah hal yang sepele, terutama bagi remaja yang sedang dalam tahap pembentukan identitas dan emosi. Dampaknya meliputi gangguan otak, kecanduan, penurunan prestasi, hingga masalah sosial dan emosional. Oleh karena itu, penting bagi keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam membangun perlindungan dan edukasi yang tepat agar remaja tumbuh sehat, kuat, dan bermoral.
Referensi
• Kühn, S., & Gallinat, J. (2014). Brain structure and functional connectivity associated with pornography consumption: The brain on porn. JAMA Psychiatry.
• Dinas Kesehatan Republik Indonesia. (2021). Risiko Kesehatan Akibat Konten Pornografi pada Remaja.
• Zillmann, D. (2000). Influence of unrestrained access to erotica on adolescents’ and young adults’ dispositions toward sexuality. Journal of Adolescent Health.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI-RIZQIANA KAMILA

RESENSI- TAUFIQUL HAKIM

RESENSI-HUMIDATI NUSROTID DINIYAH