CERPEN-TAUFIQUL HAKIM

 Antara Harap dan Luka

Judul: Antara Harap dan Luka

Rama adalah seorang remaja SMA biasa. Hari-harinya diisi dengan belajar, bercanda dengan teman-teman, dan, yang terpenting, memperhatikan satu sosok di kelasnya Nadia. Gadis itu berbeda. Ceria, ramah, dan seolah selalu memancarkan cahaya yang membuat siapa saja di dekatnya merasa hangat.  

Namun, satu hal yang membuat Rama bingung adalah sikap Nadia. Kadang Nadia terlihat begitu perhatian padanya. Ia sering mengajaknya bicara, menertawakan candaan Rama yang menurutnya tidak lucu, bahkan kadang meminta pendapatnya soal tugas sekolah. Ada hari-hari di mana Rama merasa Nadia hanya melihatnya seorang.  

Namun, di hari lain, Nadia terlihat akrab dengan teman-teman laki-laki lainnya. Kadang tertawa renyah bersama Ardi, si bintang basket, atau berdiskusi serius dengan Bima, ketua kelas yang pintar. Saat seperti itu, Rama hanya bisa duduk di bangkunya, berpura-pura sibuk dengan buku, padahal dadanya terasa sesak.  

"Apa aku cuma salah satu dari mereka?" Rama sering bertanya pada dirinya sendiri.  

Meskipun begitu, ada momen-momen kecil yang membuat harapannya tetap menyala. Seperti saat Nadia memberinya cokelat di hari ulang tahunnya, meskipun hanya cokelat kecil dengan ucapan sederhana, atau ketika ia tersenyum padanya dari seberang kelas, senyum yang membuat Rama merasa dunia berhenti sejenak.  

Namun, semua itu berubah suatu sore. Ketika Rama membuka Instagram, jantungnya seperti berhenti. Ia melihat unggahan baru Nadia. Sebuah foto Nadia tersenyum lebar, berdiri berdekatan dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal. Keterangan fotonya singkat: "With someone special."

Rama membaca keterangan itu berkali-kali, berharap ada kesalahan atau ia salah paham. Tapi kenyataan begitu jelas di depan matanya. Nadia bahagia tapi bukan dengannya.  

Malam itu, Rama merasa hatinya hancur. Ia memutar ulang semua momen yang ia pikir spesial antara dirinya dan Nadia. Ia bertanya-tanya, apakah semua itu hanya imajinasinya saja?  

Keesokan harinya di kelas, Nadia tetap bersikap seperti biasa, tersenyum dan menyapa Rama. Tapi bagi Rama, semuanya terasa berbeda. Ia menjawab sapaan itu dengan senyuman kecil yang dipaksakan, lalu berpura-pura sibuk dengan buku catatannya.  

Di dalam hatinya, Rama tahu ia harus merelakan. Ia menyadari bahwa perasaan tak selalu bisa dipaksakan. Namun, tak bisa dipungkiri, ia masih berharap, meski hanya sedikit, bahwa suatu hari, mungkin saja ada seseorang yang akan memandangnya seperti ia memandang Nadia.  

Akhir cerita? Tidak ada yang tahu. Rama masih terus belajar, terus tumbuh, dan mencoba menerima bahwa cinta pertama seringkali bukan tentang memiliki, melainkan tentang belajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI-RIZQIANA KAMILA

RESENSI- TAUFIQUL HAKIM

RESENSI-HUMIDATI NUSROTID DINIYAH