CERPEN-M. RAFFLI GUNAWAN
Senja di Layar Ponsel
Cahaya senja yang dulu menyapa lewat jendela kamar, kini hanya tertangkap lewat layar ponsel. Awan-awan yang dulu menjadi teman bermain, kini hanya menjadi filter Instagram. Dulu, senja adalah waktu untuk merenung, kini senja adalah waktu untuk scroll timeline.
Rafli duduk di balkon kamarnya, ponsel di tangan. Ia mengabadikan langit jingga yang mulai memudar. Cahaya ponsel menerangi wajahnya yang pucat. Ia mengunggah foto itu dengan caption yang penuh makna, tapi sebenarnya hanya isinya kesepian.
"Senja ini indah sekali," tulisnya, padahal hatinya sedang gundah gulana.
Dulu, Rafli akan keluar rumah bersama teman-temannya saat senja. Mereka akan duduk di taman, bercerita, dan tertawa lepas. Kini, pertemanan mereka lebih banyak dilakukan secara online. Obrolan mereka lebih banyak tentang likes dan followers, bukan tentang mimpi dan harapan.
Senja di kota besar memang berbeda. Kesibukan dan hiruk pikuk membuat orang-orang sulit untuk sekedar menikmati keindahan alam. Mereka lebih memilih untuk mengasingkan diri di dalam kamar, mencari pelarian di dunia maya.
Rafli merindukan senja yang dulu. Senja yang hangat, penuh makna, dan membawa ketenangan. Ia ingin sekali merasakan lagi sensasi angin sore yang menerpa wajahnya, sambil menikmati secangkir teh hangat bersama orang-orang yang ia sayangi.
Tapi, ia sadar bahwa zaman telah berubah. Ia harus bisa beradaptasi dengan keadaan. Ia harus bisa menemukan kebahagiaan di tengah kesibukan kota.
Mungkin, esok hari Rafli akan mencoba untuk keluar rumah. Ia akan berjalan-jalan di taman, tanpa membawa ponsel. Ia akan mencoba untuk menikmati keindahan senja secara langsung, tanpa filter.
Komentar
Posting Komentar