CERPEN- ELBION TRAVIS
Mawar di Sudut Senja
Di sebuah desa kecil yang tenang, ada taman bunga yang memikat hati siapa saja yang melihatnya. Di sana, seorang gadis bernama Laila bekerja setiap hari, memetik bunga-bunga segar untuk dijual ke kota. Senja adalah waktu favoritnya. Saat itu, dia akan duduk di bawah pohon besar di sudut taman, membaca buku lusuh penuh puisi yang dia tulis sendiri.
Suatu hari, seorang pemuda datang ke taman itu. Armand, namanya. Dia seorang pelukis dari kota yang mencari inspirasi di desa. Dengan kemeja lusuh dan cat yang menodai jarinya, dia terlihat seperti orang asing di tengah kehijauan desa.
“Mengapa kau selalu duduk di sudut itu?” tanya Armand saat melihat Laila menatap langit senja.
“Di sini, aku merasa bebas,” jawab Laila singkat.
Hari demi hari, Armand sering datang ke taman itu. Ia melukis bunga, pohon, bahkan senja yang memerah. Laila, yang awalnya hanya memandanginya dari kejauhan, mulai terlibat percakapan dengannya.
“Aku ingin menjadi penulis,” kata Laila suatu sore. “Tapi mimpi itu terlalu besar untuk seorang gadis desa sepertiku.”
“Mimpi tidak pernah terlalu besar,” sahut Armand. “Aku ingin melukis di galeri besar, tapi aku tetap melukis meski tahu jalan itu sulit.”
Namun, tidak semua orang senang dengan kehadiran Armand. Orang-orang di desa mulai bergunjing, menganggap pertemuan mereka tidak pantas. “Apa yang gadis pemetik bunga itu harapkan dari seorang pria kota?” bisik mereka.
Suatu hari, Armand membawa kanvas besar ke taman. Di sana, dia menggambar Laila di bawah pohon dengan senja sebagai latar. Ketika lukisan itu selesai, dia berkata, “Ini hadiah untukmu. Setiap kali kau melihatnya, ingatlah bahwa mimpimu layak diperjuangkan.”
Namun, keesokan harinya, Armand tidak muncul. Hari-hari berlalu, dan Laila merasa kehilangan. Dia mendengar kabar bahwa Armand telah kembali ke kota karena tekanan keluarganya.
Laila menatap lukisan itu setiap hari. Dengan hati yang penuh tekad, dia mulai menulis cerpen dan puisi yang dia kirimkan ke surat kabar. Bertahun-tahun kemudian, namanya mulai dikenal sebagai penulis berbakat.
Pada suatu pameran buku di kota, Laila melihat sesuatu yang membuat langkahnya terhenti. Di salah satu sudut galeri, ada lukisan dirinya yang pernah diberikan Armand. Di sana, di bawah lukisan itu, berdiri Armand dengan senyum yang sama seperti dulu.
“Kita bertemu lagi,” katanya pelan.
“Ya,” jawab Laila. “Kali ini, kita adalah mimpi yang terwujud.”
Unsur Kebahasaan
Diksi: Pemilihan kata-kata puitis seperti senja, mimpi, kebebasan, tekad.
Majas:
Personifikasi: “Senja seolah memeluk desa dengan hangat.”
Metafora: “Laila adalah mawar di tengah ladang bunga.”
Kalimat Deskriptif: Menggambarkan suasana desa, taman, dan lukisan dengan detail.
Dialog: Menghidupkan cerita melalui percakapan antara Laila dan Armand.
Kalimat Emotif: Menggugah perasaan, seperti saat Laila merasa kehilangan Armand.
Komentar
Posting Komentar