CERPEN-DAIMUL HAQ

Oleh Mesoh A Leekk"

Di sebuah desa kecil yang terletak di pinggir hutan, hiduplah seorang pemuda bernama Agus. Agus dikenal sebagai pemuda yang selalu bersemangat bekerja dan penuh ide-ide kreatif. Namun, ada satu kebiasaan yang membuat orang-orang di desanya sering heran. Agus selalu berkata, “Oleh mesoh a lekk!” setelah berhasil melakukan sesuatu yang sederhana, seperti menyapu halaman atau membantu ibu di rumah.

“Oleh mesoh a lekk?” kata Agus dengan percaya diri sambil menepuk tangan setelah menyelesaikan pekerjaan. Orang-orang yang mendengarnya seringkali hanya bisa melongo, tidak tahu apa maksudnya. Meski begitu, mereka tidak pernah berani bertanya terlalu jauh, karena Agus selalu terlihat sangat bangga dengan ucapannya.

Pada suatu hari, Agus mendapatkan ide untuk membuat sebuah acara besar di desa mereka. Ia ingin mengadakan sebuah lomba makan kerupuk yang mengundang seluruh warga desa. Ia berkeliling dari rumah ke rumah mengundang tetangga, sambil berkata, “Oleh mesoh a lekk! Lomba makan kerupuk, ayo, ayo!”

Warga desa tentu saja tidak bisa menolak undangan Agus, apalagi ia begitu antusias. Pada hari lomba, semua warga berkumpul di balai desa, siap mengikuti perlombaan yang diprakarsai oleh Agus. Namun, di tengah-tengah kegembiraan itu, seorang ibu-ibu bernama Bu Sari mendekati Agus.

Bu Sari: "Agus, saya sudah sering denger kamu ngomong, ‘Oleh mesoh a lekk!’ Itu artinya apa sih, nak?"

Agus: "Wah, Bu Sari, sampeyan kok baru nanya, sih! ‘Oleh mesoh a lekk’ itu artinya... Wah, pokoknya kalau sudah selesai, itu berarti kita berhasil!"

Bu Sari: "Maksudmu berhasil dalam hal apa?"

Agus: "Pokoknya setelah ngapa-ngapain, pasti harus ngomong itu. Misalnya, kalau saya makan kerupuk dengan cepat, saya harus bilang itu. Kalau nggak, rasanya kurang lengkap!"

Semua orang yang mendengarnya mulai tertawa. Mereka mulai penasaran, apakah benar ucapan itu punya makna yang begitu sakral bagi Agus, atau hanya kebiasaannya saja. Tanpa disangka, lomba makan kerupuk dimulai dengan sangat seru. Agus pun ikut berlomba, sambil sesekali berteriak, "Oleh mesoh a lekk!" setiap kali ia menggigit kerupuk.

Namun, yang paling lucu adalah ketika Pak Budi, kepala desa, mencoba ikut lomba. Ia yang biasanya serius dan tegas, hari itu menjadi sangat bersemangat. Setiap kali berhasil mengunyah kerupuk, ia juga ikut-ikutan berteriak, "Oleh mesoh a lekk!" dengan gaya yang kocak. Semua warga desa tertawa terbahak-bahak.

Akhirnya, lomba selesai, dan Agus pun mengumumkan pemenangnya. Tentu saja, semua peserta merasa senang, tidak hanya karena lomba yang menyenangkan, tetapi juga karena kata-kata Agus yang selalu berhasil membuat suasana semakin meriah.

Agus: "Nah, setelah kita selesai, kita harus ngomong bareng, ya! ‘Oleh mesoh a lekk!’"

Semua Warga: "Oleh mesoh a lekk!"

Pak Budi: "Hahaha, ternyata kata itu membuat hidup kita lebih ceria, ya!"

Sejak hari itu, "Oleh mesoh a lekk" bukan hanya sekadar kata-kata Agus yang aneh. Ia menjadi kalimat yang mempersatukan warga desa, menjadi simbol kebersamaan dan semangat untuk menyelesaikan hal-hal dengan gembira.

Meskipun artinya tidak terlalu jelas, "Oleh mesoh a lekk" akhirnya menjadi frase yang sering dipakai oleh warga desa kapan pun mereka selesai melakukan sesuatu bersama. Dan bagi Agus, itu adalah kemenangan kecil yang membuatnya merasa seperti juara, meskipun lomba makan kerupuk hanya untuk bersenang-senang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI-RIZQIANA KAMILA

RESENSI- TAUFIQUL HAKIM

RESENSI-HUMIDATI NUSROTID DINIYAH