CERPEN-BENING WILDAH AMALINA

 Treasure keys

Aku melangkah masuk ke kamar kosku, udara pengap menyambut tubuhku yang lelah. Hari ini terasa lebih sunyi dari biasanya, seakan ada ruang kosong yang tak bisa kuisi. Entah mengapa, rindu pada Kei, adikku, menyesak tiba-tiba. Tapi aku bersyukur, besok cuti tiba. Itu berarti aku bisa pulang dan menemuinya. 

Di sudut meja, sebuah bungkusan kecil tergeletak—roti manis dan mainan yang kupilih khusus untuk Kei. Aku berharap ia akan menyukainya. Di sebelah bungkusan itu, ada sebuah buku catatan dengan sampul lusuh bertuliskan "Treasure Keys". Buku yang berisi banyak sekali kenangan, kata-kata, atau apapun untuk Kei. Mungkin nanti akan ia baca. Mungkin juga tidak. Tapi malam ini, aku ingin menuliskan sesuatu untuknya.

Aku membuka halaman demi halaman, pena kugenggam erat. Kata-kata mulai mengalir.

---

Kei sayang,  

Ini kakak, Kak Senja. Kei tahu, kan, betapa kakak bangga padamu? Kei itu hebat. Kei kuat. Kei adalah hadiah yang luar biasa. Meski mungkin dulu Kak Senja butuh waktu untuk menerima kehadiran Kei yang berbeda dari anak-anak lain, kini kakak sadar bahwa Kei adalah perjuangan yang istimewa.

Kakak ingat betul, Kei. Hari-hari awalmu di dunia tidaklah mudah. Kau lahir tanpa tangisan pertama yang biasanya menggetarkan hati seorang ibu. Dua minggu kau harus berjuang di inkubator, sebelum akhirnya diperbolehkan pulang. Dan saat itu pun, perjalananmu belum berhenti. Ketika anak-anak lain mulai tengkurap, kau masih mencoba memahami tubuhmu. Ketika mereka mulai melangkah, kau masih belajar untuk duduk tanpa bantuan.  

Kei, kau adalah bukti nyata keteguhan. Kakak ingat bagaimana kita berdua menembus perjalanan panjang, dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, kota ke kota, mencari harapan dan jawaban. Ada saat-saat di mana kakak khawatir, bahkan takut membayangkan masa depanmu. Tapi perlahan, kau menjawab semua keraguan itu. Kini, kau mampu duduk sendiri, memusatkan perhatian pada benda-benda kecil di sekitarmu. Bukan langkah besar di mata dunia, tapi langkah luar biasa bagi kita.

Harapan kakak sederhana, Kei: semoga kau selalu sehat, selalu bahagia. Kakak ingin suatu hari kita bisa pergi bersama, hanya kita berdua—mungkin naik mobil yang dikendarai kakak sendiri. Kau tahu, kan, betapa kakak ingin melihatmu berjalan, bahkan berlari? Tapi untuk saat ini, cukuplah bagiku melihat senyummu yang tak pernah lelah menghiasi hari.

Kau adalah keajaiban kecil yang Allah titipkan untuk kakak, ayah, dan bunda. Jangan pernah menyerah, ya. Kakak selalu ada untukmu. 

Dengan cinta,

Senja.

---

Aku meletakkan pena dan menutup buku itu perlahan. Napasku terhela panjang. Kata-kata ini, meski belum cukup, adalah sebagian kecil dari apa yang ingin kusampaikan pada Kei. Entah kapan ia akan membaca tulisan ini. Tapi, tidak apa. Ada hal-hal yang tidak perlu buru-buru sampai, seperti harapan.  


Dan esok, aku akan pulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESENSI-RIZQIANA KAMILA

RESENSI- TAUFIQUL HAKIM

RESENSI-HUMIDATI NUSROTID DINIYAH